Makna dan Kontroversi Diksi "Rakyat Jelata" dalam Era Modern

Daftar Isi



RAKYATMEDIAPERS.CO.ID - Pemilihan kata dalam komunikasi publik memiliki pengaruh besar terhadap persepsi masyarakat.

Dalam era digital seperti saat ini, di mana informasi tersebar begitu cepat, penggunaan diksi yang kurang tepat dapat menimbulkan polemik.

Salah satu contoh terbaru adalah penggunaan kata "rakyat jelata" oleh Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, Adita Irawati, yang memantik diskusi hangat di masyarakat.

Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), "rakyat jelata" didefinisikan sebagai rakyat biasa.

Namun, makna kata ini mengalami pergeseran di tengah perubahan sosial dan budaya.

Artikel ini akan membahas lebih dalam mengenai pergeseran makna kata "rakyat jelata," kontroversi yang terjadi, hingga bagaimana kita dapat lebih bijak dalam memilih diksi di ruang publik.

1. Pergeseran Makna "Rakyat Jelata" dalam Konteks Sosial

Definisi dalam KBBI

Dalam KBBI, kata "rakyat jelata" merujuk pada rakyat biasa, yaitu golongan masyarakat yang tidak memiliki kekuasaan atau jabatan tinggi.

Secara etimologis, istilah ini netral dan tidak memiliki konotasi merendahkan.

Namun, dalam konteks budaya dan sosial saat ini, frasa tersebut sering kali dianggap memiliki nuansa negatif.

Banyak masyarakat yang memaknai "rakyat jelata" sebagai istilah yang merendahkan atau menyudutkan golongan tertentu.

Mengapa Makna Berubah?

Pergeseran makna kata sering terjadi seiring perubahan zaman.

Dalam kasus "rakyat jelata," ada beberapa faktor yang berkontribusi:

  1. Konteks Media dan Narasi Populer
    Istilah ini sering digunakan dalam konteks narasi yang menggambarkan kesenjangan sosial, sehingga membentuk asosiasi negatif.

  2. Perubahan Sensitivitas Masyarakat
    Dengan meningkatnya kesadaran terhadap kesetaraan sosial, istilah yang terdengar diskriminatif lebih mudah memicu reaksi negatif.

  3. Pengaruh Media Sosial
    Media sosial mempercepat penyebaran opini dan respons masyarakat, sehingga memperbesar dampak penggunaan kata yang dianggap sensitif.

2. Kontroversi yang Muncul dari Penggunaan Diksi "Rakyat Jelata"

Pernyataan Adita Irawati

Adita Irawati menggunakan diksi "rakyat jelata" saat menanggapi insiden penghinaan terhadap pedagang es teh bernama Sunhaji.

Meski Adita menyatakan bahwa penggunaan istilah tersebut mengacu pada definisi KBBI, publik menilai istilah tersebut kurang tepat dalam konteks modern.

Reaksi Publik dan Media

Penggunaan diksi tersebut memicu kecaman dari warganet yang menganggap istilah "rakyat jelata" merendahkan martabat masyarakat kecil.

Reaksi negatif ini menunjukkan betapa sensitifnya isu terkait kesetaraan dan penghormatan terhadap seluruh lapisan masyarakat.

Permintaan Maaf dan Introspeksi

Adita kemudian meminta maaf secara terbuka dan mengakui bahwa pemilihan kata tersebut kurang bijaksana.

Ia juga menyatakan komitmennya untuk lebih berhati-hati dalam memilih diksi di masa mendatang.
Langkah ini penting untuk meredakan ketegangan dan menunjukkan tanggung jawab sebagai pejabat publik.

3. Pentingnya Bijak dalam Memilih Diksi

Komunikasi Publik yang Sensitif

Pejabat publik memiliki tanggung jawab besar dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat.

Pemilihan kata yang salah tidak hanya berdampak pada persepsi publik, tetapi juga dapat menciptakan keretakan sosial.

Menghindari Kata dengan Konotasi Negatif

Beberapa tips untuk memilih diksi yang tepat dalam komunikasi publik:

  1. Pahami Makna Kontekstual
    Periksa apakah kata yang digunakan memiliki konotasi tertentu dalam budaya atau masyarakat saat ini.

  2. Gunakan Bahasa yang Inklusif
    Pilih kata-kata yang menghormati semua golongan masyarakat tanpa menimbulkan kesan diskriminatif.

  3. Lakukan Uji Coba Pesan
    Sebelum menyampaikan pesan secara publik, lakukan uji coba dengan tim komunikasi untuk memastikan diksi yang digunakan sesuai.

4. Perspektif Ahli Bahasa Mengenai Pergeseran Makna

Bahasa Sebagai Cermin Budaya

Ahli bahasa berpendapat bahwa pergeseran makna kata mencerminkan dinamika budaya dan nilai-nilai masyarakat.

Dalam kasus "rakyat jelata," perubahan ini menunjukkan meningkatnya sensitivitas terhadap isu kesetaraan dan penghormatan sosial.

Pentingnya Edukasi Bahasa

Masyarakat perlu diberi pemahaman bahwa makna kata dapat berubah sesuai konteks.
Hal ini penting untuk mencegah kesalahpahaman dan mempromosikan komunikasi yang lebih harmonis.

5. Refleksi dan Pembelajaran dari Kasus "Rakyat Jelata"

Tugas Pejabat Publik

Kasus ini menjadi pengingat bahwa pejabat publik harus memiliki kesadaran tinggi terhadap dampak kata-kata yang mereka gunakan.

Introspeksi yang dilakukan Adita Irawati dapat menjadi contoh bagaimana tanggung jawab moral dan profesional dapat meredakan konflik.

Peran Media dalam Mengawal Isu Sosial

Media memiliki peran penting dalam mengawal isu-isu yang sensitif.

Dengan memberitakan secara objektif, media dapat membantu masyarakat memahami konteks dan mendorong diskusi yang konstruktif.

Bijak dalam Berbahasa, Harmonis dalam Masyarakat

Kasus penggunaan diksi "rakyat jelata" mengajarkan kita bahwa bahasa adalah alat yang sangat kuat dalam membangun atau merusak hubungan sosial.

Dalam era modern ini, di mana persepsi publik dapat terbentuk dalam hitungan detik, penting bagi kita semua, terutama pejabat publik, untuk lebih bijak dalam memilih kata.

Dengan begitu, kita dapat menciptakan komunikasi yang inklusif, menghormati, dan membangun keselarasan di masyarakat.***